fbpx

Santapan Harian Keluarga, 24 – 30 Maret 2019

AMBON, jemaatgpmsilo.org

Minggu, 24 Maret 2019                           

bacaan : Yohanes 12 : 20 – 36 (T) 

Yesus memberitakan kematian-Nya

20 Di antara mereka yang berangkat untuk beribadah pada hari raya itu, terdapat beberapa orang Yunani. 21 Orang-orang itu pergi kepada Filipus, yang berasal dari Betsaida di Galilea, lalu berkata kepadanya: “Tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus.” 22 Filipus pergi memberitahukannya kepada Andreas; Andreas dan Filipus menyampaikannya pula kepada Yesus. 23 Tetapi Yesus menjawab mereka, kata-Nya: “Telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan. 24 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. 25 Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. 26 Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa. 27 Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. 28 Bapa, muliakanlah nama-Mu!” Maka terdengarlah suara dari sorga: “Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan memuliakan-Nya lagi!” 29 Orang banyak yang berdiri di situ dan mendengarkannya berkata, bahwa itu bunyi guntur. Ada pula yang berkata: “Seorang malaikat telah berbicara dengan Dia.” 30 Jawab Yesus: “Suara itu telah terdengar bukan oleh karena Aku, melainkan oleh karena kamu. 31 Sekarang berlangsung penghakiman atas dunia ini: sekarang juga penguasa dunia ini akan dilemparkan ke luar; 32 dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.” 33 Ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan mati. 34 Lalu jawab orang banyak itu: “Kami telah mendengar dari hukum Taurat, bahwa Mesias tetap hidup selama-lamanya; bagaimana mungkin Engkau mengatakan, bahwa Anak Manusia harus ditinggikan? Siapakah Anak Manusia itu?” 35 Kata Yesus kepada mereka: “Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara kamu. Selama terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan menguasai kamu; barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia pergi. 36 Percayalah kepada terang itu, selama terang itu ada padamu, supaya kamu menjadi anak-anak terang.” Sesudah berkata demikian, Yesus pergi bersembunyi dari antara mereka.

Satu Biji Gandum Menuai Banyak Buah

Tak seorang pun akan menikmati tuaian, bila ia membiarkan biji gandum yang dimilikinya tetap disimpan dan tidak ditanam. Jelas untuk dapat berbuah, maka sebuah biji gandum harus terlebih dahulu jatuh ke tanah (ditanam) dan mati. Demikianlah gambaran ayat bacaan “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah….!!! Cukupkah kita hanya mengucap syukur saja kepada Tuhan atas segala pengorbanan-Nya? Tidak!!!  Sebagai umat tebusan-Nya kita juga harus mengerti kehendak Tuhan di balik semua pengorbanan-Nya itu. Ia mengatakan dalam bacaan Yoh.15:16, “…Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap.” Ayat ini mau bilang bahwa kehendak Tuhan bagi orang percaya adalah menghasilkan buah! Agar dapat berbuah, maka kita pun harus mengikuti jejak Tuhan Yesus yaitu menjadi seperti gandum yang jatuh ke tanah dan mati. Seperti biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati, kita pun harus bersedia meninggalkan kehidupan lama. Karena pengorbanan Kristus, setiap orang percaya diselamatkan dan memiliki tanggung jawab untuk hidup sama seperti Kristus hidup! Biji gandum yang dimaksudkan Tuhan Yesus adalah diri-Nya sendiri.  Kalau Ia tidak taat sampai mati di kayu salib, Ia tidak akan berbuah, tidak ada korban penebusan dosa, dan tidak ada keselamatan. Dengan kata lain, manusia berdosa akan tetap menanggung akibat dari dosa seperti tertulis:  “Sebab upah dosa ialah maut…..” (Roma 6:23). Tetapi oleh karena Tuhan Yesus mau taat sampai mati, maka ada buah yang dihasilkan, yaitu orang yang percaya kepada-Nya diselamatkan dan diperdamaikan dengan Allah. Biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati itu akhirnya menghasilkan tuaian yaitu jiwa-jiwa yang diselamatkan.

Doa: Tuhan, jadikanlah jiwa kami yang bersyukur atas pengorbananMu. Amin.

 

Senin, 25 Maret 2019                                

bacaan : Matius 16 : 21 – 23 (T)

Pemberitahuan pertama tentang penderitaan Yesus dan syarat-syarat mengikut Dia

21 Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. 22 Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.” 23 Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”

Gunakanlah Akal Budi Sebelum Bertindak

Berpikir dengan akal sebelum bertindak adalah tepat. Namun Petrus yang berkarakter meledak-ledak, sangat cepat menanggapi sesuatu atau ucapan Yesus. Petrus lebih sering terbawa emosi dan egonya dari pada menggunakan hati dan pikirannya guna mencari tahu terlebih dahulu kehendak Yesus. Ini juga yang terjadi ketika Yesus mengungkapkan penderitaan yang akan dihadapiNya, Petrus dengan spontan menarik Yesus dan bertindak seolah-olah ingin berkorban dan melindungi Yesus. Tapi ternyata perbuatan itu tidak sesuai dengan kehendak Bapa. Sadar atau tidak kita sering kali bertindak seperti Petrus yang lebih sering memikirkan ego kita dalam bertindak daripada menggunakan hati dan pikiran kita untuk mencari tahu terlebih dahulu kehendak Tuhan sebelum kita bertindak. Kita lebih sering dan lebih senang memikirkan kepentingan, kesenangan kita sendiri daripada memikirkan dan mengenal keinginan serta kehendak Tuhan dalam kehidupan kita. Atau kita juga sering seperti Petrus yang tidak sadar atau bahkan selalu merasa segala tindakan kita itu benar, seperti tindakan Petrus yang menghalangi Yesus, mungkin saja tindakan kita itu kita anggap benar karena kita merasa tindakan kita itu baik atau bertujuan baik, tapi permasalahannya adalah apakah perbuatan kita itu sesuai akan kehendak Tuhan ataukah tidak?? Karena tidak jarang sebenarnya perbuatan yang kita anggap benar atau baik ternyata perbuatan itu tidak baik atau tidak benar menurut Yesus karena mungkin perbuatan kita itu akan merugikan atau mencelakakan orang lain atau malah diri kita sendiri. Olehnya marilah kita mulai belajar mencari tahu dan memikirkan kehendak Tuhan dalam kehidupan kita sebelum kita bertindak dan melangkah sehingga kita dapat bertindak dan melangkah sesuai dengan kehendak Bapa.

Doa: Tuhan, berkatilah akal budi kami untuk mencari tahu kehendakMu dalam hidup keluarga kami sebelum bertindak. Amin.

 

Selasa, 26 Maret 2019                                

bacaan : Matius 16 : 24 – 28 (T)

24 Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. 25 Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. 26 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? 27 Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya. 28 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya.”

Salib Sebagai Tanda Hidup Baru

Begitu kita mendengar kata “Salib”, maka kecenderungn berpikir kita adalah tentang kesulitan, beban atau rasa sakit. Walaupun memang menyakitkan, salib senantiasa merupakan jalan kepada suatu pengalaman yang lebih mendalam tentang hidup yang telah dimenangkan oleh Yesus bagi kita. Yesus memerintahkan bahwa kita harus memikul salib kita dan mengikut Dia. Belajar dari sejarah hidup umat Israel pada Perjanjian Lama (misalnya Keluaran dan Ulangan) kita dapat melihat perpindahan dari hidup lama kepada suatu hidup baru. Allah memimpin umat Israel dari kehidupan lama mereka sebagai budak-budak di Mesir kepada suatu kehidupan baru di Tanah Perjanjian. Perjalanan umat Israel melalui gurun pasir tidak selalu mudah, namun sangat berbuah. Allah menginginkan agar jika kita mendengar kata “Salib”, maka kita langsung berpikir bahwa itu adalah “kabar baik”! Allah ingin agar kita melihat salib sebagai sarana untuk meninggalkan berbagai sampah dalam kehidupan kita; yakni, sampah keserakahan/ketamakan, prasangka dan praduga, atau keangkuhan/kesombongan dan sebagainya, supaya kita dapat mengalami keakraban dengan Yesus. Oleh karena itu marilah kita merangkul salib kita masing-masing dan memikulnya sehingga dengan demikian Allah dapat memenuhi diri kita dengan suatu cara berpikir yang baru, cara bertindak yang baru, dan cara hidup yang baru pula sebagai tanda hidup kita yang benar-benar telah dibarui. Marilah kita menaruh rasa percaya kita pada tangan kasih Yesus dan yakin bahwa salib itu akan memimpin kita kepada kehidupan kekal dalam hadirat Allah, bebas dari segala rasa susah dan maut.

Doa: Ya Tuhan Yesus, tolonglah kami agar mau dan mampu memikul salib dalam keluarga kami dan selalu mengikut Engkau. Amin.

 

Rabu, 27 Maret 2019                                        

bacaan : Lukas 8 : 1 – 3 (T)

Perempuan-perempuan yang melayani Yesus
Tidak lama sesudah itu Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan Dia, 2 dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat, 3 Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka. 

Apakah Perempuan Boleh Melayani Tuhan?

Jawaban atas pertanyaan pada judul tulisan diatas adalah tentu saja boleh!! Tuhan yang kita sembah sangat baik dan tidak pernah membeda-bedakan umat-Nya. Semua orang adalah sama di hadapan Tuhan. Dalam hal memberi karunia dan talenta, Tuhan juga tidak pernah pilih-pilih. Oleh karena itu Tuhan bisa memakai siapa saja untuk menjadi partner kerja-Nya dalam mengerjakan pekerjaan-Nya asal mereka memiliki hati yang tulus dan hidup yang berkenan kepada-Nya, karena  “Bukan yang dilihat manusia,  yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.”  (1 Sam.16:7b). Di masa pelayanan Yesus, sudah ada perempuan-perempuan yang turut terlibat pelayanan bersamaNya, yakni: Maria Magdalena, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan lain-lainnya. Bahkan di saat-saat terakhir Yesus disalibkan pun, ketika murid-murid-Nya meninggalkan Dia karena takut, justru  “…ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia.”  (Mat.27:55); juga yang pertama kali menjenguk kubur Yesus adalah para perempuan (Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome). Apa yang mendorong mereka melayani Tuhan?  Kasih Tuhan dalam hidup mereka, seperti disembuhkan dari penyakit dan dibebaskan oleh roh-roh jahat, mereka pun bertekad mempersembahkan hidup bagi Tuhan sebagai perwujudan rasa syukur. Bahkan mereka rela berkorban materi untuk mendukung pekerjaan Tuhan, rindu menjadi saluran berkat bagi orang lain. Mereka berkorban bukan supaya dipuji dan terkenal, tapi karena sungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Ketika menyadari kasih dan anugerah Tuhan dalam hidup kita, hendaknya kita terinspirasi dengan bacaan kita di hari ini untuk selalu berkorban melayani Tuhan dengan sepenuh hati dan dengan roh yang menyala-nyala.

Doa:  Tuhan, keluarga kami tidak mempunyai alasan untuk tidak melayani Engkau. Amin.

 

Kamis, 28 Maret 2019                            

bacaan : Yohanes 7 : 45 – 52 (T)

Yesus dibela oleh Nikodemus

45 Maka penjaga-penjaga itu pergi kepada imam-imam kepala dan orang-orang Farisi, yang berkata kepada mereka: “Mengapa kamu tidak membawa-Nya?” 46 Jawab penjaga-penjaga itu: “Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu!” 47 Jawab orang-orang Farisi itu kepada mereka: “Adakah kamu juga disesatkan? 48 Adakah seorang di antara pemimpin-pemimpin yang percaya kepada-Nya, atau seorang di antara orang-orang Farisi? 49 Tetapi orang banyak ini yang tidak mengenal hukum Taurat, terkutuklah mereka!” 50 Nikodemus, seorang dari mereka, yang dahulu telah datang kepada-Nya, berkata kepada mereka: 51 “Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dibuat-Nya?” 52 Jawab mereka: “Apakah engkau juga orang Galilea? Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan tahu bahwa tidak ada nabi yang datang dari Galilea.”

Wujud Dari Hidup Baru Adalah Kerelaan Berkorban

Membela kebenaran memang bukan perkara mudah. Dibutuhkan keberanian lebih untuk dapat melakukannya. Tidak heran apabila si pembela kebenaran lalu disebut sebagai pahlawan. Bagaimana dengan Nikodemus? Ia bisa dikatakan sebagai penakut, tetapi bisa juga disebut sebagai pemberani. Beberapa waktu sebelumnya, ia datang bercakap-cakap dengan Yesus pada waktu malam (Yoh. 3:1-21). Mengapa malam? Sebab ia takut pertemuannya diketahui orang, mengingat statusnya sebagai seorang Farisi, yang juga adalah pemimpin agama Yahudi. Tetapi siapa sangka, Nikodemus kemudian menjadi seorang yang begitu pemberani. Di hadapan rekan-rekannya para imam kepala dan kaum Farisi, ia berani membela Yesus (50-51). Ia bahkan turut mengambil bagian dalam penguburan-Nya (Yoh. 19:39). Dari mana datangnya keberanian itu? Karena ia telah berjumpa dengan Yesus. Seseorang yang datang kepada Yesus tidak pernah kembali dalam kondisi yang sama. Sebaliknya, ia akan mengalami perubahan hidup. Sebagai ganti rasa takut, Yesus memberikan roh yang gagah berani. Bukan hanya rasa takut, namun Yesus juga mampu mengubah karakter buruk lainnya. Keluarga Kristen patut belajar dari spiritualitas Nikodemus yang rela berkorban mempertaruhkan jabatannya demi membela Yesus yang telah memberi hidup baru kepadanya melalui perjumpaannya dengan yesus. Saat ini, bersediakah kita datang untuk diubahkan oleh Yesus? Setiap orang yang datang ke hadirat tuhan akan mengalami perjumpaan yang tidak terlupakan, yang dapat mengubahkan seluruh kehidupannya.

Doa: Tuhan Yesus, mampukanlah kami untuk rela berkorban demi membela sesuatu yang benar. Amin.

 

Jumat, 29 Maret 2019                           

bacaan : Yohanes 13 : 21 – 30 (T)

Yesus memperingatkan Yudas

21 Setelah Yesus berkata demikian Ia sangat terharu, lalu bersaksi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” 22 Murid-murid itu memandang seorang kepada yang lain, mereka ragu-ragu siapa yang dimaksudkan-Nya. 23 Seorang di antara murid Yesus, yaitu murid yang dikasihi-Nya, bersandar dekat kepada-Nya, di sebelah kanan-Nya. 24 Kepada murid itu Simon Petrus memberi isyarat dan berkata: “Tanyalah siapa yang dimaksudkan-Nya!” 25 Murid yang duduk dekat Yesus itu berpaling dan berkata kepada-Nya: “Tuhan, siapakah itu?” 26 Jawab Yesus: “Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya.” Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot. 27 Dan sesudah Yudas menerima roti itu, ia kerasukan Iblis. Maka Yesus berkata kepadanya: “Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera.” 28 Tetapi tidak ada seorangpun dari antara mereka yang duduk makan itu mengerti, apa maksud Yesus mengatakan itu kepada Yudas. 29 Karena Yudas memegang kas ada yang menyangka, bahwa Yesus menyuruh dia membeli apa-apa yang perlu untuk perayaan itu, atau memberi apa-apa kepada orang miskin. 30 Yudas menerima roti itu lalu segera pergi. Pada waktu itu hari sudah malam. 

Berilah Tempat Bagi Kesempatan Kedua

Pengkhianatan selalu ada dalam hidup persekutuan orang-orang percaya. Tagal pengkhianatan, maka hancurlah tatanan hidup persekutuan yang ada. Rusak relasi pertemanan, persahabatan, kekeluargaan dan persekutuan hidup yang ada. Yesus mengalami situasi pengkhianatan dari orang kepercayaanNya, Yudas. Mungkin ada yang bertanya, Apakah Yesus tidak mengetahui niat Yudas tersebut? Jawabannya Yesus tahu niat Yudas!! Dan justru karena itulah Yesus menegor dan mengingatkan Yudas supaya membatalkan niatnya, sekaligus memberi kesempatan kepadanya untuk membarui persekutuan sekaligus menjaga persahabatan dengan benar dan tulus. Yesus memperingatkan Yudas, bahwa buah dari setiap pengkhianatan terhadap sebuah persekutuan yang baik, pasti dimangsa setan. Dan setiap pengkhianatan sahabat yang baik, pasti pekerjaan setan. Oleh karena itu waspadalah!! Yesus memberikan kesempatan untuk berubah, dan ini merupakan ciri khas persekutuan yang diajarkan Yesus Kristus. Sebuah bentuk persekutuan sejati yang perlu kita teladani. Memang, bagi kita orang percaya, mengenal orang dengan mendalam bukanlah pekerjaan mudah. Namun hal itu bukanlah alasan, semuanya membutuhkan waktu. Itulah sebabnya perlu persekutuan. Melalui persekutuan, kita belajar mengenal dan membuka diri untuk dikenal. Sebab persekutuan sejati ialah selalu  mengusahakan kebaikan bagi orang lain. Kebaikan tersebut ialah sebuah tindakan yang selalu memberikan kesempatan tanpa batas untuk memperbaiki kesalahan sebagaimana Tuhan Yesus lakukan. Hal ini mengajarkan kita bahwa setiap kesalahan dari sebuah pengkhianatan, haruslah diberi kesempatan untuk berubah dan membarui diri dalam hidup persekutuan, terutama di keluarga sebagai tanda hidup baru bagi orang tersebut.

Doa: Tuhan, tolonglah kami agar terhindar dari sikap berkhianat. Amin.

 

Sabtu, 30 Maret 2019                        

bacaan : Yohanes 13 : 36 – 38 (T)

Yesus memperingatkan Petrus

36 Simon Petrus berkata kepada Yesus: “Tuhan, ke manakah Engkau pergi?” Jawab Yesus: “Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku.” 37 Kata Petrus kepada-Nya: “Tuhan, mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang? Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu!” 38 Jawab Yesus: “Nyawamu akan kauberikan bagi-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.”

Jangan Mengandalkan Kekuatan Diri Sendiri

Setiap orang percaya pasti ingin menunjukan ketaatan dan kesetiaannya pada Tuhan, namun demikian ia tidak mungkin melakukannya dengan kekuatan dirinya sendiri, seperti kata Injil Matius: “…roh memang penurut tetapi daging lemah” (Matius 26:41.b). Oleh sebab itu ketaatan dan kesetiaan kepada Tuhan Yesus, harus disertai dengan kesediaan untuk dipimpin oleh Roh Tuhan. Yohanes 13 : 36 – 38 mengisahkan tentang komitmen Simon Petrus untuk mengikut Yesus kemana saja IA pergi. Memang komitmen itu telah di wujudkan lewat kasih dan kesetiaan Simon Petrus yang mengikuti Yesus sampai ke halaman istana imam besar, bahkan ia tetap bersedia mengikut Yesus kemana saja Yesus pergi. Namun sangat disayangkan bahwa kerinduan Simon Petrus untuk setia mengikuti Yesus, akhirnya diperhadapkan dengan godaan untuk menyelamatkan dirinya sendiri dan terpaksa ia menyangkal Yesus. Ternyata penyebabnya adalah Simon Petrus hanya mengandalkan kekuatan dirinya sendiri dan karena itu ia hanya memikirkan keselamatan dirinya.  Yesus sangat mengenal Simon Petrus dengan semua kelemahannya dan ia selalu mengingatkan supaya jangan mengandalkan kekuatan diri sendiri. Begitu juga dengan kehidupan kita sebagai keluarga Kristen, pasti tidak ada seorangpun yang berniat untuk menyakiti dan mengecewakan orang yang ia kasihi, seperti suami, isteri, orangtua dan anak-anak. Walaupun demikian, banyak orang yang tergoda untuk melakukan perbuatan tidak setia bahkan menyakiti dan mengecewakan. Firman Tuhan mengingatkan kita agar jangan pernah mengandalkan kekuatan diri sendiri, tetapi hendaklah menempatkan Yesus dan Roh KudusNya untuk memimpin hidup kita, dan keluarga kita, agar kita mampu bertahan ditengah berbagai godaan.

Doa:  Tuhan Yesus, ajarlah kami untuk selalu berharap pada-Mu. Amin.

 

*sumber : SHK bulan Maret 2019 terbitan LJP-GPM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *