fbpx

Santapan Harian Keluarga, 21-27 Juli 2019

AMBON, jemaatgpmsilo.org

Minggu, 21 Juli 2019                                

bacaan : Yohanes 6 : 1 – 15

Yesus memberi makan lima ribu orang
Sesudah itu Yesus berangkat ke seberang danau Galilea, yaitu danau Tiberias. 2 Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia, karena mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan, yang diadakan-Nya terhadap orang-orang sakit. 3 Dan Yesus naik ke atas gunung dan duduk di situ dengan murid-murid-Nya. 4 Dan Paskah, hari raya orang Yahudi, sudah dekat. 5 Ketika Yesus memandang sekeliling-Nya dan melihat, bahwa orang banyak berbondong-bondong datang kepada-Nya, berkatalah Ia kepada Filipus: “Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?” 6 Hal itu dikatakan-Nya untuk mencobai dia, sebab Ia sendiri tahu, apa yang hendak dilakukan-Nya. 7 Jawab Filipus kepada-Nya: “Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja.” 8 Seorang dari murid-murid-Nya, yaitu Andreas, saudara Simon Petrus, berkata kepada-Nya: 9 “Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?” 10 Kata Yesus: “Suruhlah orang-orang itu duduk.” Adapun di tempat itu banyak rumput. Maka duduklah orang-orang itu, kira-kira lima ribu laki-laki banyaknya. 11 Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki. 12 Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang.” 13 Maka merekapun mengumpulkannya, dan mengisi dua belas bakul penuh dengan potongan-potongan dari kelima roti jelai yang lebih setelah orang makan. 14 Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang telah diadakan-Nya, mereka berkata: “Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia.” 15 Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri.

Milikilah Keteladan Hidup Berbagi Dari Seorang Anak

Mujizat tentang Yesus memberi makan lima ribu orang dengan lima roti dan dua ikan adalah cerita yang sudah sangat lazim. Bahkan semua orang percaya termasuk anak-anak SM/TPI pun sudah sangat paham kisah ini. Hari ini kita akan belajar aspek keteladan hidup berbagi yang dipraktekan oleh seorang anak, yang hadir di tengah-tengah begitu banyak orang (5000) dengan bekalnya lima roti dan dua ikan. Kerelaannya untuk membagikan bekalnya itu menjadi hal yang unik dan istimewa.Ia rela memberi bekalnya itu kepada Yesus untuk diberkati dan dibagi-bagikan kepada orang banyak itu. Dan ternyata semua orang dapat makan sampai kenyang bahkan ada sisa yang terkumpul sebanyak dua belas bakul. Bagi Yesus tidak ada yang mustahil.Yesus hendak menunjukkan maksud-Nya, yakni, bahwa Dialah roti kehidupan yang berkelimpahan, yang membuat kenyang. Yesus mau supaya pemberian roti dan ikan dalam peristiwa itu membawa orang banyak kepada pemberinya, dan bukan hanya pada pemberian itu (26-27).Orang banyak harus melihat pada kelimpahan yang ditawarkan oleh Yesus, yaitu bahwa Dia dapat membuat kenyang jiwa-jiwa dengan berkelimpahan. Karena itu, menarik di dalam kisah ini, Yesus menyebut diri-Nya “Roti Kehidupan”. Yesus mengecam orang banyak yang hanya melihat pada kebutuhan-kebutuhan jasmani mereka dan tidak melihat pada sang pemberi kebutuhan itu, yaitu “Yesus”. Marilah kita belajar hidup berbagi dari seorang anak, sambil tetap memandang pada sang pemberi hidup, yakni “Yesus”, maka hidup kita dirahmati dengan kelimpahan berkat.

Doa: Ya Bapa, ampunilah kami bila kami kedapatan hidup lebih fokus pada kebutuhan lahiriah dan lebih mementingkan diri sendiri. Amin.

Senin, 22 Juli 2019                                   

bacaan : Kejadian 25 : 29 – 34

29 Pada suatu kali Yakub sedang memasak sesuatu, lalu datanglah Esau dengan lelah dari padang. 30 Kata Esau kepada Yakub: “Berikanlah kiranya aku menghirup sedikit dari yang merah-merah itu, karena aku lelah.” Itulah sebabnya namanya disebutkan Edom. 31 Tetapi kata Yakub: “Juallah dahulu kepadaku hak kesulunganmu.” 32 Sahut Esau: “Sebentar lagi aku akan mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu?” 33 Kata Yakub: “Bersumpahlah dahulu kepadaku.” Maka bersumpahlah ia kepada Yakub dan dijualnyalah hak kesulungannya kepadanya. 34 Lalu Yakub memberikan roti dan masakan kacang merah itu kepada Esau; ia makan dan minum, lalu berdiri dan pergi. Demikianlah Esau memandang ringan hak kesulungan itu.

Belajar Berbagi Dari Anak

Hidup berbagi mesti menjadi gaya hidup kita sebagai orang percaya. Hidup berbagi ini harus terwujud dan lahir dari kasih yang tulus tanpa pamrih. Ada juga sikap berbagi yang tidak tulus dan ada pamrihnya. Kita memberi sesuatu dengan tujuan agar kita juga mendapatkan sesuatu. Hal ini tergambar dari kesaksian firman Tuhan di hari ini melalui pengalaman Esau dan Yakub. Diceritakan bahwa Esau yang lapar ketika dia pulang berburu dari padang dan dalam keadaan lapar meminta makan dari Yakub yang sementara asyik memasak. Yakub mengiyakan dan memberikan kepada Esau sepiring kacang merah tetapi ada syaratnya yakni Esau harus memberikan hak kesulungannya kepada Yakub. Sikap Yakub yang mau menolong Esau mengatasi rasa laparnya, namun sikap Yakub ini tidak dengan tulus dan tanpa pamrih, namun ada keinginan Yakub akan hak kesulungan dari Esau. Sikap dari Yakub kepada Esau merupakan sikap yang salah, sebab sikap tersebut tidak diwujudkan dengan hati yang tulus. Padahal sikap memberi dan berbagi harus dilakukan dengan sukacita tanpa pamrih, tanpa mengharapkan balasan. Hal ini didasarkan atas kasih Allah dalam Kristus yang telah memberikan dan membagikan hidup seutuhnya kepada kita sebagai orang percaya untuk memperoleh hidup yang kekal. Wujudkanlah dalam kehidupan keluarga, teristimewa bagi anak-anak kita yakni sikap saling berbagi, mengasihi, membantu satu dengan yang lain dengan kasih dan sukacita. Kondisi demikian akan berdampak pasitif bagi kehidupan keluarga, persekutuan dan masyarakat.

Doa: Tuhan Yesus tolonglah kami, agar kami mampu meneladani kasihMu untuk berbagi, mengasihi, membantu satu dengan yang lain. Amin.

Selasa, 23 Juli 2019                                   

bacaan : 1 Samuel 18 : 1 – 5

Daud dan Yonatan
Ketika Daud habis berbicara dengan Saul, berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud; dan Yonatan mengasihi dia seperti jiwanya sendiri. 2 Pada hari itu Saul membawa dia dan tidak membiarkannya pulang ke rumah ayahnya. 3 Yonatan mengikat perjanjian dengan Daud, karena ia mengasihi dia seperti dirinya sendiri. 4 Yonatan menanggalkan jubah yang dipakainya, dan memberikannya kepada Daud, juga baju perangnya, sampai pedangnya, panahnya dan ikat pinggangnya. 5 Daud maju berperang dan selalu berhasil ke mana juga Saul menyuruhnya, sehingga Saul mengangkat dia mengepalai para prajurit. Hal ini dipandang baik oleh seluruh rakyat dan juga oleh pegawai-pegawai Saul.

Aku Adalah Kau… Kau Adalah Aku

Kawan e, sebaiknya ale tinggal di beta rumah jua, sampe katong dua pung kuliah ni selesai. Beta pung papa, mama deng kaka laki-laki seng keberatan. Daripada ale harus cari tempat kost sementara ale pung orangtua jauh di kampong” demikian ajakan Yudi kepada Econg. Mereka berdua adalah mahasiswa pada salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Ambon.“Bisakah kawan? Kalo beta tinggal di ale pung rumah pasti membebani ale pung papa dan mama” Econg menanggapi tawaran Yudi. “Aku adalah kau…dan Kau adalah aku. Memang katong dua beda suku, beda darah karena mama dan papa berbeda. Tapi, saling berbagi dengan sesama adalah kewajiban iman.Itu yang diajarkan Tuhan Yesus. Ale pung susah – senang, sama deng beta pung susah – senang. Apa yang beta miliki tentu tidak sama dengan apa yang ale miliki, tapi itu semua untuk saling melengkapi”. Yudi menjelaskan alasannya kepada Econg. Dengan wajah gembira Econg berkata “kawan ee.. danke banyak, ale mau berbagi deng beta, ale mau merasakan apa yang beta rasa”. Demikianlah, hati Yudi dan Econg berpadu, sama seperti Yonathan dan Daud. Mereka merasa menyatu melebihi hubungan antar teman.Yudi dan Econg menyatu sebagai saudara kandung, sebagai suatu keluarga. Lalu, Econg mendapat pelayanan dan juga kepercayaan dari orangtua Yudi. Econg tinggal di rumah Yudi sampai mereka berdua menyelesaikan kuliah tersebut, menikmati acara syukuran secara bersama, dan kini Yudi dan Econg sementara mewujudkan spiritualitas berbagi dengan jemaat-jemaat yang mereka layani. Tetapah berbagi!!!

Doa: Tuhan, ajarilah kami hidup berbagi dengan sesama, setiap saat. Amin.

Rabu, 24 Juli 2019                                   

bacaan : 1 Samuel 2 : 11 – 26

Kejahatan anak-anak Eli

11 Lalu pulanglah Elkana ke Rama tetapi anak itu menjadi pelayan TUHAN di bawah pengawasan imam Eli. 12 Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN, 13 ataupun batas hak para imam terhadap bangsa itu. Setiap kali seseorang mempersembahkan korban sembelihan, sementara daging itu dimasak, datanglah bujang imam membawa garpu bergigi tiga di tangannya 14 dan dicucukkannya ke dalam bejana atau ke dalam kuali atau ke dalam belanga atau ke dalam periuk. Segala yang ditarik dengan garpu itu ke atas, diambil imam itu untuk dirinya sendiri. Demikianlah mereka memperlakukan semua orang Israel yang datang ke sana, ke Silo. 15 Bahkan sebelum lemaknya dibakar, bujang imam itu datang, lalu berkata kepada orang yang mempersembahkan korban itu: “Berikanlah daging kepada imam untuk dipanggang, sebab ia tidak mau menerima dari padamu daging yang dimasak, hanya yang mentah saja.” 16 Apabila orang itu menjawabnya: “Bukankah lemak itu harus dibakar dahulu, kemudian barulah ambil bagimu sesuka hatimu,” maka berkatalah ia kepada orang itu: “Sekarang juga harus kauberikan, kalau tidak, aku akan mengambilnya dengan kekerasan.” 17 Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan TUHAN, sebab mereka memandang rendah korban untuk TUHAN. 18 Adapun Samuel menjadi pelayan di hadapan TUHAN; ia masih anak-anak, yang tubuhnya berlilitkan baju efod dari kain lenan. 19 Setiap tahun ibunya membuatkan dia jubah kecil dan membawa jubah itu kepadanya, apabila ia bersama-sama suaminya pergi mempersembahkan korban sembelihan tahunan. 20 Lalu Eli memberkati Elkana dan isterinya, katanya: “TUHAN kiranya memberikan keturunan kepadamu dari perempuan ini pengganti yang telah diserahkannya kepada TUHAN.” Sesudah itu pulanglah mereka ke tempat kediamannya. 21 Dan TUHAN mengindahkan Hana, sehingga dia mengandung dan melahirkan tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan lagi. Sementara itu makin besarlah Samuel yang muda itu di hadapan TUHAN. 22 Eli telah sangat tua. Apabila didengarnya segala sesuatu yang dilakukan anak-anaknya terhadap semua orang Israel dan bahwa mereka itu tidur dengan perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan, 23 berkatalah ia kepada mereka: “Mengapa kamu melakukan hal-hal yang begitu, sehingga kudengar dari segenap bangsa ini tentang perbuatan-perbuatanmu yang jahat itu? 24 Janganlah begitu, anak-anakku. Bukan kabar baik yang kudengar itu bahwa kamu menyebabkan umat TUHAN melakukan pelanggaran. 25 Jika seseorang berdosa terhadap seorang yang lain, maka Allah yang akan mengadili; tetapi jika seseorang berdosa terhadap TUHAN, siapakah yang menjadi perantara baginya?” Tetapi tidaklah didengarkan mereka perkataan ayahnya itu, sebab TUHAN hendak mematikan mereka. 26 Tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan TUHAN maupun di hadapan manusia.

Berbagi Dari Kelemahan

Moore harus terpenjara karena melukai lelaki yang mencintai kekasihnya. Sebagai narapidana Moore diejek oleh masyarakat dan ia sulit melamar pekerjaan, sehingga ia memutuskan untuk menjadi perampok. Ketika Moore merampok rumah yang diincarnya dia bertemu dengan Kay, seorang gadis buta berusia 8 tahun. Kay sering ditinggal orang tuanya yang bekerja sampai larut malam. Ia mahir bermain piano, dan suka melukis. “Seperti apa bentuk matahari, paman” tanya Kay. Moore melukis ditelapak tangan Kay dan berkata “matahari bentuknya bulat dan terang, warnanya keemasan”. Tanya Kay “paman, apakah warna keemasan itu?”. Moore terdiam sejenak lalu membawa Kay ke tempat terik matahari dan menjelaskan: “emas adalah warna yang sangat indah, membuat orang merasa hangat sama seperti kita makan roti yang bisa memberi kita kekuatan”. Dengan gembira, Kay berkata “paman saya sangat merasakannya, sangat hangat, pasti akan sama dengan warna senyuman paman”. Tingkah laku Kay membuat Moore lupa pada tujuannya yang semula yaitu merampok. Moore merasa sangat malu berdiri dihadapan Kay,  gadis buta yang polos dan jujur. Lalu, Moore menulis surat: “Tuan dan nyonya yang terhormat, maafkan saya mencongkel pintu rumah kalian. Kalian adalah orangtua yang hebat, dapat mendidik anak yang demikian baik, walapun matanya buta tetapi hatinya sangat terang. Dia mengajarkan kepada saya banyak hal dan membuka pintu hati saya”. Lalu Moore menyelesaikan studinya dan menjadi sorang dokter. Bersama dengan teman-temannya, mereka mengoperasi mata Kay sehingga ia bisa melihat….!

Doa: Tuhan, kami mau berbagi dari apa yang ada pada kami. Amin.

Kamis, 25 Juli 2019                                  

bacaan : 1 Samuel 17 : 12 – 22

Daud tiba di medan pertempuran

12 Daud adalah anak seorang dari Efrata, dari Betlehem-Yehuda, yang bernama Isai. Isai mempunyai delapan anak laki-laki. Pada zaman Saul orang itu telah tua dan lanjut usianya. 13 Ketiga anak Isai yang besar-besar telah pergi berperang mengikuti Saul; nama ketiga anaknya yang pergi berperang itu ialah Eliab, anak sulung, anak yang kedua ialah Abinadab, dan anak yang ketiga adalah Syama. 14 Daudlah yang bungsu. Jadi ketiga anak yang besar-besar itu pergi mengikuti Saul. 15 Tetapi Daud selalu pulang dari pada Saul untuk menggembalakan domba ayahnya di Betlehem. 16 Orang Filistin itu maju mendekat pada pagi hari dan pada petang hari. Demikianlah ia tampil ke depan empat puluh hari lamanya. 17 Isai berkata kepada Daud, anaknya: “Ambillah untuk kakak-kakakmu bertih gandum ini seefa dan roti yang sepuluh ini; bawalah cepat-cepat ke perkemahan, kepada kakak-kakakmu. 18 Dan baiklah sampaikan keju yang sepuluh ini kepada kepala pasukan seribu. Tengoklah apakah kakak-kakakmu selamat dan bawalah pulang suatu tanda dari mereka. 19 Saul dan mereka itu dan semua orang Israel ada di Lembah Tarbantin tengah berperang melawan orang Filistin.” 20 Lalu Daud bangun pagi-pagi, ditinggalkannyalah kambing dombanya pada seorang penjaga, lalu mengangkat muatan dan pergi, seperti yang diperintahkan Isai kepadanya. Sampailah ia ke perkemahan, ketika tentara keluar untuk mengatur barisannya dan mengangkat sorak perang. 21 Orang Israel dan orang Filistin itu mengatur barisannya, barisan berhadapan dengan barisan. 22 Lalu Daud menurunkan barang-barangnya dan meninggalkannya di tangan penjaga barang-barang tentara. Berlari-larilah Daud ke tempat barisan; sesampai di sana, bertanyalah ia kepada kakak-kakaknya apakah mereka selamat.

Wujudkanlah Sikap Hidup Yang Saling Peduli

Perhatian dan kepedulian adalah sebuah sikap hidup yang baik. Sebuah sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, dan penuh persaudaraan tanpa memperhitungkan siapapun orang itu dan darimana asal-usulnya. Apalagi di kalangan sesama saudara yang punya hubungan darah dan kekeluargaan yang dekat. Hal ini seperti yang ditunjukkan Daud terhadap kakak-kakaknya ketika mereka sedang bersama raja Saul dan orang-orang Israel yang pergi berperang melawan orang-orang Filistin. Kehadiran Daud atas suruhan ayahnya hanya untuk melihat dan memastikan bahwa saudara-saudaranya selamat dalam peperangan. Hakekat persaudaraan dan kebersamaan perlu dipupuk terus baik dalam lingkup yang terdekat maupun antar sesama dalam lingkup yang jauh. Sebab dengan begitu seseorang merasa dihargai dan diterima apa adanya dia. Mungkin hanya seulas senyum ketika berjumpa; mungkin sekedar ber-say, hello ketika berpapasan; mungkin juga hanya untuk mengatakan ‘apa kabar hari ini?’. Semua ini mengungkapkan suasana hati yang gembira, senang dan sukacita. Mulailah dari keluarga kita sendiri, bagaimana papa dan mama menanamkan nilai-nilai cinta kasih dan kepedulian kepada anak-anak, adik dan kakak, sebagai tanda mereka saling peduli dan memberi perhatian; sebagai tanda mereka saling menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan yang baik. Semoga!

Doa: Tuhan, ajarlah kami untuk menghargai dan menerima seseorang dalam iklim persaudaraan yang saling peduli dan saling berbagi dengan penuh cinta kasih. Amin!

Jumat, 26 Juli 2019                                 

bacaan : 1 Samuel 17 : 23 – 39

23 Sedang ia berbicara dengan mereka, tampillah maju pendekar itu. Namanya Goliat, orang Filistin dari Gat, dari barisan orang Filistin. Ia mengucapkan kata-kata yang tadi juga, dan Daud mendengarnya. 24 Ketika semua orang Israel melihat orang itu, larilah mereka dari padanya dengan sangat ketakutan. 25 Berkatalah orang-orang Israel itu: “Sudahkah kamu lihat orang yang maju itu? Sesungguhnya ia maju untuk mencemoohkan orang Israel! Orang yang mengalahkan dia akan dianugerahi raja kekayaan yang besar, raja akan memberikan anaknya yang perempuan kepadanya dan kaum keluarganya akan dibebaskannya dari pajak di Israel.” 26 Lalu berkatalah Daud kepada orang-orang yang berdiri di dekatnya: “Apakah yang akan dilakukan kepada orang yang mengalahkan orang Filistin itu dan yang menghindarkan cemooh dari Israel? Siapakah orang Filistin yang tak bersunat ini, sampai ia berani mencemoohkan barisan dari pada Allah yang hidup?” 27 Rakyat itupun menjawabnya dengan perkataan tadi: “Begitulah akan dilakukan kepada orang yang mengalahkan dia.” 28 Ketika Eliab, kakaknya yang tertua, mendengar perkataan Daud kepada orang-orang itu, bangkitlah amarah Eliab kepada Daud sambil berkata: “Mengapa engkau datang? Dan pada siapakah kautinggalkan kambing domba yang dua tiga ekor itu di padang gurun? Aku kenal sifat pemberanimu dan kejahatan hatimu: engkau datang ke mari dengan maksud melihat pertempuran.” 29 Tetapi jawab Daud: “Apa yang telah kuperbuat? Hanya bertanya saja!”

Keyakinan Mengalahkan Kedegilan Hati

Perhatian dan kepedulian terhadap sesama bukan saja ditunjukkan ketika berada dalam suasana yang damai, tenang, dan tentram, tetapi juga pada saat yang sulit dan menegangkan. Belajar dari pengalaman Israel menghadapi orang Filistin yang sangat mengandalkan Goliath, seorang prajurit perkasa yang selalu mencemooh orang Israel. Daud memberi solusi berdasarkan pengalaman menggembalakan domba-dombanya. Ketika datang binatang buas, ia dapat menghajar dan membunuh binatang-binatang tersebut, karena sikapnya yang tenang dan  penuh perhatian. Hanya dengan bertekad pada keyakinan iman pada Allah yang hidup, maka Allah akan menyelesaikan pada waktunya semua yang menjadi kemelut hidup. Pelajaran berharga bagi kita semua sebagai keluarga Kristen, bahwa pergumulan hidup tetap menghadang; tantangan dan ancaman kehidupan datang silih berganti tanpa diundang. Ada yang ringan, yang dapat diselesaikan; tetapi ada yang berat, yang membutuhkan kebersamaan dan kepedulian seorang terhadap yang lain. Disinilah pentingnya hidup dalam kebersamaan, persaudaraan dan pertemanan yang tulus untuk saling berbagi peran dan tanggug jawab, bukan untuk saling mengungguli, tetapi untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang datang, tanpa kekerasan. Didiklah anak-anak kita agar mereka memiliki rasa kebersamaan dan persaudaraan yang tulus, sehingga mereka sanggup menjadi persekutuan yang saling berbagi baik dalam susah maupun dalam senang. Tuhan pasti menolong!

Doa: Didiklah kami ya Tuhan, untuk memiliki hati yang berbagi dalam kesetiaan dan ketulusan, berdasarkan keyakinan yang teguh. Amin!

Sabtu, 27 Juli 2019                                  

bacaan : Kejadian 9 : 18 – 23

Nuh dan anak-anaknya

18 Anak-anak Nuh yang keluar dari bahtera ialah Sem, Ham dan Yafet; Ham adalah bapa Kanaan. 19 Yang tiga inilah anak-anak Nuh, dan dari mereka inilah tersebar penduduk seluruh bumi. 20 Nuh menjadi petani; dialah yang mula-mula membuat kebun anggur. 21 Setelah ia minum anggur, mabuklah ia dan ia telanjang dalam kemahnya. 22 Maka Ham, bapa Kanaan itu, melihat aurat ayahnya, lalu diceritakannya kepada kedua saudaranya di luar. 23 Sesudah itu Sem dan Yafet mengambil sehelai kain dan membentangkannya pada bahu mereka berdua, lalu mereka berjalan mundur; mereka menutupi aurat ayahnya sambil berpaling muka, sehingga mereka tidak melihat aurat ayahnya.

Anak-Anak Yang Menghormati Orang Tua

Ada anak-anak yang malu untuk mengakui keberadaan orang tua mereka. Mereka sering menganggap orang tua temannya lebih baik, lebih berpendidikan, lebih sukses dari orang tuanya sendiri. Bahkan ada yang iri dan cemburu, karena orang tua temannya sanggup membelikan apa saja yang diinginkan anaknya. Sesungguhnya orang tua bukanlah manusia sempurna, mereka adalah manusia biasa yang tak luput dari kelemahan dan kekurangan. Hal ini juga terlihat dalam kisah anak-anak Nuh, yaitu Ham, Sem dan Yafet, ketika mereka melihat aib ayahnya yang mabuk dan telanjang. Ham hanya melihat dan menceriterakan aib ayahnya tanpa berusaha untuk menolongnya. Tetapi Sem dan Yafet langsung bertindak untuk menutup aurat ayah mereka, dengan berjalan mundur sambil memalingkan muka yang menggambarkan sikap rendah hati dan hormat pada orang tua. Mereka tidak membeberkan aib ayah mereka kepada orang lain, tetapi berusaha menutup kelemahan orang tua dengan melakukan perbuatan yang baik. Mungkin ada anak-anak yang kecewa terhadap keadaan dan perilaku orang tuanya yang tidak benar. Hal itu bukanlah menjadi alasan bagi mereka untuk membenci, tetapi hendaklah menjadi kesempatan untuk menyadarkan dan menolong orang tua mereka, agar berubah dan menjadi lebih baik. Apakah ada anak-anak yang mau mengampuni dan selalu berdoa bagi kehidupan orang tuanya, ketika kedapatan melakukan hal yang tidak benar? Keluarga akan menikmati sukacita dan kebahagiaan ketika semua anggota keluarga, hidup saling mengasihi.

Doa : Tuhan, ajarlah kami anak-anak, untuk menghormati orang tua. Amin.

*sumber : SHK bulan Juli 2019 terbitan LPJ-GPM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *