fbpx

PENTINGNYA BUDAYA PAKAIAN HITAM DAN PIRING NATZAR

01/09/2022, Diawal bulan yang penuh berkat ini, Seksi PIPK Sub Seksi Pekabaran Injil melaksanakan kegiatan “PENTINGNYA BUDAYA PAKAIAN HITAM DAN PIRING NATZAR” bagi Majelis Jemaat GPM Silo, yang dimulai pada pukul 18.00 WIT. Kegiatan ini di pandu oleh MC Diaken Ibu M. Sipahelut serta diawali dengan Doa yang dibawakan oleh Pendeta Nn. S. Supusepa. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Pendeta D. Picauly selaku Ketua Majelis Jemaat GPM Silo.

BAJU ITANG, MEJA SUMBAYANG, PIRING NAZAR

Kegiatan ini dipandu oleh Moderator Penatua R. Luhukay dan Narasumber Pendeta Bpk. Elifas T. Maspaitella. Dalam paparannya beliau mengatakan baju hitam merupakan suatu ciri khas bagi GPM. GPM sebagai gereja memiliki dan membangun teologi dan tradisinya secara khas dan dalam perkembangannya hingga saat ini telah terjadi akomodasi yang luar biasa atas simbol-simbol budaya sub suku-sub suku di Maluku dan Maluku Utara, baik simbol-simbol material, immaterial termasuk di dalamnya bahasa. Setiap Gereja mempunyai teologi dan tradisi, kita GPM berdiri diatas teologi dan tradisi yang telah berdiri semula oleh para reformator.

“Pakeang itang” atau “baju itang” dan “meja sumbayang” serta
“piring nazar” adalah hal yang terkait dengan aspek-aspek liturgis dalam teologi dan tradisi gereja di GPM. Dalam ilmunya, liturgi gereja adalah tindakan kehadiran Allah didalam Kristus secara paripurna (Christus totus). Karena itu liturgi atau kebaktian gereja tidak boleh dipisahkan pada aspek ritus dan praksisnya.

Warna Liturgi merupakan aspek penting dalam komponen Gereja dan menunjuk kekhasan tradisi gereja itu maka dari itu, ruang liturgi di Gereja harus sama dengan liturgi di ruang nyata.

  • Hitam (Keesaan dan Kebesaran) (Pelayanan Pendeta, Penatua, Diaken, Tuagama).
  • Hijau (Kehidupan dan Pertumbuhan Gereja)
  • Biru (Keagungan)
  • Merah (Penegasan atau Peneguhan)
  • Putih (Kesucian, Kemurnian dan Ketulusan Hati)
  • Merah Muda (Kesukacitaan atau Kegembiraan)
  • Ungu (Keagungan dan Pengorbanan Kristus)

Dalam perkembangan tradisi Liturgis, fungsi “Baju Itang” dipahami pula secara khusus sebagai baju pelayanan pelayan khusus terutama Penatua, Diaken dan Tuagama. Dalam tradisi liturgi, baju itang itu dikategorikan kedalam baju pelayanan Pendeta, Penatua, Diaken dan Tuagama. Sedangkan untuk “Meja Sumbayang” adalah salah satu peralatan liturgi Gereja sebagai tanda bahwa Doa dan Kebaktian tidak hanya berlangsung di dalam Gedung Gereja tetapi di rumah warga Gereja, sebagai Gereja awal, Gereja kecil.

Kegiatan Pentingnya Budaya Pakaian Hitam dan Piring Natzar boleh usai pada pukul 20.45 WIT dan diakhiri dengan Doa yang dibawakan oleh Penatua Ibu S. Sasabone.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *