Khotbah Dialogis : Memahami Makna Adventus Dalam Bergereja
AMBON, jemaatgpmsilo.org – Berikut ini materi khotbah dialogis dalam Memahami Makna Adventus dengan Tema “Bersukacita Menyambut Kedatangan Yesus Yang Membebaskan” [ Yesaya 52 : 1-7 ] oleh Pdt. Jan Z. Matatula, Ketua Majelis Jemaat GPM Silo di Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia [LPP-RRI] Stasiun Ambon pada Minggu, 16 Desember 2018 pkl. 15.00 sampai selesai.
Penyiar : Kita ketahui bersama bahwa minggu ini, kita telah memasuki minggu Adventus III dan semua orang Kristen memperingatinya. Apa sebetulnya minggu Adventus itu, dan kenapa orang Kristen harus merayakannya..!!!
Pengkhotbah : Pertama-tama beta hendak menjelaskan pengertian kata Adventus. Kata Adventus berasal dari bahasa Latin yang artinya kedatangan. Nah, minggu-minggu Adventus adalah minggu-minggu menantikan kedatangan. Tentu kita akan bertanya kedatangan siapa dan apa yang dinantikan ? Dalam persfektif Kristiani, yang dinantikan adalah kedatangan Tuhan Yesus Kristus. Jadi merayakan adventus adalah merayakan kedatangan Kristus melalui peristiwa Natal Kristus yang nanti jatuh pada tanggal 25 Desember, tetapi serentak dengan itu, kita sementara menantikan kedatangan Yesus pada kali yang kedua (parusia) dimana Yesus akan datang sebagai hakim yang adil.
Penyiar : Sejak kapan perayaan Adventus mulai dirayakan oleh gereja.
Pengkhotbah : Tradisi perayaan Adven memang awalnya dimulai dari Gereja-gereja Timur sebagai masa 40 (empat puluh) hari sebelum perayaan Epifania pada tanggal 6 Januari. Tradisi ini kemudian diadopsi oleh Gereja Barat, khususnya Gereja Roma. Namun Gereja Roma membatasi perayaan Adven itu sampai tanggal 24 Desember. Akibatnya perayaan Adventus itu bukan lagi 40 hari melainkan 4 (empat) minggu sebelum tanggal 25 Desember[1]. Tradisi inilah yang terus berkembang sampai ke Gereja Protestan Maluku pada masa kini.
Penyair : Jadi perayaan adventus itu berlangsung selama 4 minggu dan tentu ada tema khusus yang membedakan perayaan setiap minggu adventus. Pertanyaan saya adalah apa yang menjadi ciri khas dari minggu Adventus III itu dan apa maknannya serta apa symbol-simbol liturgis yang membedakannya.
Pengkhotbah : Dalam minggu Adventus ke 3 ini tema yang diusung adalah “bersukacitalah” atau Gaudete (bahasa latin). Mengapa bersukacita ??? Oleh karena Penantian kedatangan Tuhan Yesus sebagai Sang Juruselamat itu bukanlah penantian yang omong kosong tanpa kepastian. Penantian itu telah digenapi melalui kelahiran Tuhan Yesus di Betlehem. Karena itu, penantian itu adalah penantian yang penuh sukacita, sebab apa yang dinantikan telah digenapi/datang. Maka pada minggu Adventus ke tiga, Gereja menetapkan tema Gaudete (bersukacitalah). Gereja bersukacita karena penantiannya bukanlah mimpi di siang bolong. Penantiannya terjawab sebagai kenyataan dalam sejarah.
Ungkapan sukacita itu terlihat dalam ornamen liturgis yang berwarna pink/merah muda, (lilin dan warna liturgis di gereja semuanya berwarna merah muda). Disamping itu ditetapkan teks Alkitab untuk diberitakan dalam minggu adventus III, bernunasa sorak-sorai atau sukacita karena kedatangan Tuhan yang memberi pertolongan dan keselamatan itu.
Penyiar : Apa yang menjadi teks Alkitab minggu ini dan apa temanya yang mencirikan sorak-sorai dan sukacita itu.
Pengkhotbah : Yesaya 52 : 1-7 dengan Tema ; Bersukacita menyambut kedatangan Yesus Yang Membebaskan.
Penyiar : Teks ini berceritera tentang Nubuatan Yesaya tentang Allah hendak membebaskan bangsa Israel dari pembuangan di Babel. Bagaimana kondisi Israel pada waktu itu.
Pengkhotbah : Pada waktu itu bangsa Israel berada dalam status sebagai orang buangan di Babel. Status sebagai orang buangan bukanlah status yang menyenangkan. Kenapa… Oleh karena, selain tidak punya harapan untuk membangun masa depannya dengan baik, mereka juga dipastikan tak dapat beribadah kepada Tuhannya dengan bebas. Selain itu secara psikhologis mereka malu karena status mereka sebagai orang merdeka berubah menjadi orang tawanan. Karena itu pasti mereka membutuhkan pembebasan.
Penyair : Apakah mereka bisa membebaskan diri dari tawanan Babel dengan kekuatan mereka sendiri ?
Pengkhotbah : Tentu tidak mungkin. Tegasnya mereka tidak bisa membebaskan diri mereka sendiri, karena mereka tidak punya kekuatan untuk itu. Kondisi ini yang membuat mereka berada dalam kelesuan dan ketidakberdayaan. Mereka butuh pertolongan pihak lain.
Penyiar : Kalau begitu, apa langkah dan sikap yang mesti dilakukan bangsa Israel dalam situasi seperti itu ???
Pengkhotbah : Pertama : Israel tidak boleh tenggelam dalam situasi sulit, yang mereka hadapi sekarang seolah-olah mereka tidak punya harapan untuk keluar dari situasi penuh derita itu. Ungkapan yang digunakan Nabi adalah “Terjagalah, terjagalah!”. Jadi mereka harus tetap siuman, sadar bahwa mereka pasti dipulihkan dalam kondisi itu, jangan putus asa, jangan flustrasi.
Kedua ; Bahwa kendati dalam kondisi seperti itu, mereka harus menjaga kehormatan mereka sebagai bangsa atau umat pilihan Allah. Ungkapan yang digunakan Nabi adalah “kenakanlah kekuatanmu seperti pakaian dan kenakanlah pakaian kehormatan” (ayat 1b).
Ketiga : Mereka harus melakukan pembaharuan hidup, ungkapan yang dipakai oleh Nabi adalah “kebaskanlah debu yang dari padamu” (ayat 2).
Intinya adalah mereka bahwa mereka tetap punya harapan untuk keluar dari situasi yang tidak menyenangkan itu, karena itu mereka harus tetap menjaga kehormatan mereka dengan selalu melakukan kehendak Allah sambil membaharui hidup dari waktu ke waktu.
Penyiar : Apa makna bagian ini bagi kehidupan orang Kristen dewasa ini yang sementara merayakan Adventus ;
Pengkhotbah : Pertama ; Bahwa sebagaimana Israel pernah mengalami kondisi lesu dan tak berdaya akibat status sebagai orang tawanan itu, maka realitas kehidupan kita sebagai orang-orang Kristen juga kadang mengalami hal yang sama. Tantangan, masalah, persoalan yang datang silih berganti kadang juga membuat kita tidak berdaya, flustrasi dan seolah rasa sukacita itu jauh dari hidup kita. Pada titik itu, firman Tuhan mengingatkan kita bahwa bersama Tuhan kita selalu punya pengharapan untuk ke luar dari situasi penuh tantangan itu. Bahwa bersama Tuhan kita memiliki kepastian untuk menikmati kehidupan yang penuh pengharapan.
Penyiar : Bagaimana kita memiliki kepastian itu ???
Pengkhotbah : Apabila kita konsisten menjaga hubungan (relasi) kita dengan Tuhan dari waktu ke waktu supaya hubungan dengan Tuhan menjadi baik. Kenapa ??? Oleh karena kehidupan bangsa Israel menjadi pengalaman bagi kita bahwa akibat dari kesalahan dan dosa yang dilakukan Israel, maka mereka mengalami penderitaan di Babel. Dan itulah cara Tuhan memurnikan hidup mereka.
Pengkhotbah : Kedua : Bahwa sama seperti ajakan bagi Israel untuk menjaga kehormatan mereka sebagai umat yang diselamatkan Allah di tengah-tengah tantangan dan derita, maka kitapun diminta untuk menjaga kehormatan kita sebagai orang-orang Kristen dalam realitas kehidupan kita.
Penyiar : Dimana letak kehormatan seorang Kristen itu ???
Pengkhotbah : Kehormatan bagi seorang Kristen, tidak terletak pada jabatan, kedudukan, status social, status ekonomi atau status pendidikan yang disandang. Tetapi kehormatan seorang Kristen terletak pada bagaimana Ia menjaga eksitensinya sebagai orang-orang yang sudah diselamatkan oleh Allah.
Penyiar : Bagaimana cara menjaga eksitensinya sebagai orang Kristen ????
Pengkhotbah : caranya adalah menampilkan sikap taat dan setia melakukan kehendak Allah di tengah-tengah tantangan dan penderitaan itu.
Bagaimana ia melakukan hal-hal baik dan benar dalam kehidupan bersama orang lain. Itulah kehormatannya. Dan bahkan Kehormatan sebagai seorang Kristen justru teruji di tengah-tengah tantangan dan masalah yang dihadapi. Disitu sebetulnya eksitensi kekristenannya teruji.
Dengan kata lain, beta mau bilang bahwa setiap orang Kristen dipanggil untuk mengelola atau menatalayani jabatan, kedudukan, status social, status ekonomi dan seterusnya dalam terang kehendak Allah itu, sebagai cara ia menjaga kehormatan dirinya sebagai orang Kristen.
Penyiar : Bahwa cara menjaga kehormatannya itu ??
Pengkhotbah : Sama seperti Israel diajak untuk melakukan pertobatan dan pembaharuan hidup, yang diserukan melalui frase: “kebaskanlah debu dari padamu”, maka setiap orang Kristen kita dipanggil untuk bertobat dan melakukan pembaharuan hidup, dalam kesadaran bahwa setiap orang rentan untuk melakukan perbuatan dosa.
Penyiar : Apa alasan sehingga Nabi sangat yakin bahwa Allah akan membebaskan dan melepaskan Israel dari kondisi tertawan itu ????
Pengkhotbah : Pertama : Karena Allah yang menyelamatkan mereka secara gratis (ditebus tanpa pembayaran). Bahwa sebagaimana Israel dulu telah diperas dan dirampas oleh bangsa Asyur, maka sekarang Allah akan membebaskan mereka.
Kedua ; Tuhan hendak menyatakan kuasaNya dan menegakan NamaNya dihadapan bangsa-bangsa, karena nama Tuhan juga dihujat sepanjang hari akibat peristiwa pembuangan itu.
Jadi bagian ini Nabi hendak menegaskan bahwa Tuhanlah yang menolong, membebaskan, menyelamatkan umatNya dari belenggu derita dan dosa itu. Bukan Israel yang melakukannya. Inilah yang menjadi dasar bagi Israel untuk bersukacita.
Penyiar : Jadi dasar dari sukacita yang dialami Israel itu adalah karena Allah yang membebaskan mereka ???
Pengkhotbah : Betul sekali. Mereka dengan kekuatan sendiri tak akan mampu untuk melepaskan diri dari cengkraman bangsa Babel. Mereka menerimanya sebagai anugerah dari Tuhan. Karena itu Nabi dengan tegas berkata ; “bergembiralah, bersorak-sorailah bersama-sama”.
Penyiar : Apakah berita sukacita ini juga berdampak terhadap orang lain ???
Pengkhotbah : Ya betul sekali. Bahwa berita pembebasan Isael itu, tidak saja menjadi konsumsi umat Israel, tetapi juga bangsa-bangsa lain yang menyaksikan peristiwa yang luar biasa itu. Bahkan melalui peristiwa itu, bangsa-bangsa lain mengakui Allah Israel sebagai Raja. Tegasnya dikatakan ; “Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat, dan berkata kepada Sion : “Allahmu itu Raja” (ayat 7).
Penyiar : Apa pesan yang disampaikan bagian ini kepada orang Kristen yang sementara merayakan Adventus.
Pengkhotbah : Pertama : Bahwa sebagaimana Allah bertindak untuk menyelamatkan Israel, maka Allah juga bertindak untuk menyelamatkan kita dari segala perbuatan dosa dan pelanggaran kita kepada Tuhan. Kenapa ???? (1). Karena Allah mengasihi kita. Allah tidak menghendaki kita binasa. (2). Karena tak seorangpun diantara kita yang dapat menyelamatkan diri kita sendiri dengan cara apapun dari dosa-dosa kita, maka kita butuh pertolongan dari Tuhan untuk menyelamatkan kita. Keadaan kita itu digambarkan oleh Seorang Bapak Gereja yakni Augustinus, seolah-olah seperti orang yang sedang tenggelam. Sebab itu, tangan kita meronta-ronta, menggapai-gapai, kita berusaha mengangkat kepala kita dari dalam air. Untuk apa? Untuk mencari udara, untuk bisa bernafas. Sebab kita tahu itulah satu-satunya cara untuk kita bisa bertahan hidup. Semestinyalah orang Kristen itu mencari Tuhan seperti orang tenggelam mencari udara dan keselamatan[2].
Kedua : dalam kaitan itu, maka dalam minggu adventus ketiga yang bernuansa sukacita ini, mesti mendorong kita sebagai orang percaya untuk terus mencari Tuhan dalam doa dan membaca firmanNya, bukan hanya sibuk dengan mempersiapkan berbagai serimoni Natal. Bukan berarti beta melarang Ibu dan Bapak untuk tidak perlu membuat suasana Natal ini bercahaya dengan segala pernak-pernik Natal yang dipajang dimana-mana, tetapi bersukacitalah dalam bentuk membangun hubungan yang penuh harmoni dengan Tuhan Sang Pemberi Hidup itu dan kemudian berdampak bagi semua orang yang hidup bersama kita.
Ketiga ; Sebagaimana berita sukacita tentang pembebasan terhadap bangsa Israel itu menjadi milik orang lain, maka kita juga dipanggil untuk mewartakan kabar sukacita itu bagi orang lain. Sikap perilaku dan karakter hidup kekristenan kita merupakan cara yang ampuh untuk mewartakan karya keselamatan Allah itu bagi orang lain. Selamat memasuki minggu Adventus III. Amin.
[1] Rasid Rahman, Hari Raya Liturgi – Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009, hlm. 113.
[2]Lihat. Eka Darmaputera, Tatkala Allah Melawat Umat-Nya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. ke-8 2010, hlm 5-6.
Editor : BK