fbpx

Belajar dari Sejarah 1 Agustus

*Sebuah Catatan di Tanggal 1 Agustus*

Pada tahun 2012 silam, kantor BPBD Provinsi Maluku didatangi tamu. Salah satunya adalah seorang warga negara AS, yang memperkenalkan diri bahwa namanya adalah Ron Harris. Beliau menanyakan 3 pertanyaan yang mengagetkan dan mungkin pertanyaan itulah yang mengubah cara pandang saya.

Berikut pertanyaannya:
1. Apakah anda tahu tentang sejarah gempabumi dan tsunami di Maluku?
2. Apakah anda tahu cara evakuasi ketika terjadi gempabumi besar?
3. Apakah masyarakat Maluku tahu cara evakuasi ketika terjadi gempabumi besar?

Ronald A. Haris, pekerjaan Dosen dan Profesor di Geology Department Brigham Young University, Utah, Amerika Serikat.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut, pada akhirnya memacu rasa keingintahuan saya sebagai anak daerah untuk lebih mengenal potensi gempabumi dan tsunami di Maluku.
Ya, di benak saya, apabila ada kemungkinan gempabumi besar itu terjadi, sudah sepatutnya kita semua waspada.

*Sejarah: 1 Agustus 1629*

Dalam percakapan selanjutnya, beliau kemudian menanyakan: “Apakah anda tahu kalau di Maluku pernah terjadi tsunami dengan ketinggian 15 meter?”. Sontak saya kaget, karena pada saat itu saya tidak begitu paham sejarah bencana di Maluku.

Ternyata, kejadian tersebut pernah terjadi. Tepatnya tanggal 1 Agustus 1629. Dari catatan sejarah sebagaimana dikutip dari sumber S. L. Soloviev dan CH. N.Go, diceritakan bahwa pada pukul 21:30 di kepulauan Banda terjadi goncangan gempa yang sangat kuat. Setengah jam kemudian, air setinggi gunung tampak di selat antara Lonthor dan Kepulauan Neira. Air naik setinggi 15 meter. Air menerjang masuk benteng dengan sangat kuat sehingga mampu menggeser meriam seberat 1,5 ton sejauh 11 meter. Beberapa rumah di pesisir tersapu, dan beberapa rumah lainnya rusak.

Catatan sejarah ini kemudian dipelajari dan diteliti lebih lanjut oleh Prof. Ron Harris dan Zac Yung-Chun Liu.

Pada tahun 2012, hasil penelitian tersebut dituangkan ke dalam paper dengan judul “Discovery of Possible Mega-Thrust Earthquake Along The Seram Trough from Record of 1629 Tsunami in Eastern Indonesia Region”. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa sumber gempa yang paling mungkin terjadi saat itu berpusat di Palung Seram. Ditambahkan pula bahwa dengan mengamati pesatnya pertumbuhan penduduk di wilayah pesisir, maka sangat penting meningkatkan kesiapsiagaan bencana.

Keterangan gambar: Perkiraan run-up minimum dari tsunami 1629 untuk kota-kota pesisir akibat gempa yg berpusat di Palung Seram. (Tanda bintang merupakan titik gempabumi pada tahun 1629) Sumber: Haris & Liu, 2012.

*Manggurebe Siaga Bencana*

Berkaca dari sejarah kebencanaan masa lampau, sudah sepatutnya kita tingkatkan kesiapsiagaan bencana. Langkah ini harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Apa saja yang harus dilakukan ketika pra bencana, pada saat bencana dan pasca bencana perlu dipahami secara bersama.

Mengutip moto Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional (HKBN) 2017, *Siap untuk selamat*, maka masyarakat Maluku harus bisa selalu siap untuk selamat.

Alangkah indahnya apabila tercipta sinergitas antara Pemerintah, Dunia Usaha dan Masyarakat dalam mewujudkan kesiapsiagaan bencana.

Mari, *manggurebe siaga bencana*. Lebih baik siap dari sekarang, daripada tidak berusaha untuk siap. Kita wujudkan Maluku Tangguh, Indonesia Tangguh.

(Fretha Julian Kayadoe – staf BPBD Provinsi Maluku)

*keterangan: Manggurebe adalah bahasa Ambon dengan arti “berlomba-lomba”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *